Sabtu, 07 November 2009

Indonesia Terancman serangan Teknologi

Jakarta, Pendiri The Free Software Movement, Richard Matthew Stallman yang sedang berkunjung di Indonesia mengingatkan bahayanya software propetiery milik perusahaan besar pada negara berkembang, seperti Indonesia.

Ia mencontohkan AS bisa menyerang Venezuela menggunakan teknologi informasi. Sementara penggunaan software open source di negara-negara berkembang bisa membawa kemandirian dari ketergantungan negara maju.

“Hal itu sangat dimungkinkan, jadi mengapa tidak mencoba melindungi diri dengan tidak tergantung pada negara lain,” kata hacker terkenal asal AS itu di Jakarta, kemarin.

Stallman sedang berkunjung ke Indonesia dari 18 Oktober hingga 2 November. Ia meluncurkan Proyek GNU pada 1984 yang berbasis perangkat lunak bebas, dan melahirkan sistem operasi Linux yang bebas diakses gratis siapa pun.

Software open source kode sumbernya juga terbuka, sehingga bisa dikembangkan ke berbagai program software lain. Ia menganjurkan agar setiap sekolah di Indonesia mengajarkan mata pelajaran teknologi informasi menggunakan perangkat lunak berkode sumber terbuka.

“Alasannya kenapa, pertama adalah uang. Sekolah tentu tidak mempunyai uang untuk membeli perangkat lunak propreitari. Sayangnya banyak sekolah tak mengerti dan tetap mengggunakannya, apa lagi promosinya begitu gencar,” paparnya.

Keuntungan selanjutnya bagi sekolah yang menggunakan perangkat lunak open source adalah mendorong semua siswa menjadi programmer. Hal itu karena siswa diperkenankan mempelajari sumber kode software dan kemudian belajar mengubah dan menambah sendiri.

“Hanya dengan Free Open Source Software bisa seperti itu. Buat apa membeli sesuatu yang rahasia dan menjadikan hanya sebagai pengguna terus-menerus,” ujarnya.

Lalu bagaimana supaya Indonesia lebih cepat mengadopsi open source? Ketua Asosiasi Open Source Indonesia (AOSI) Betti Alisjahbana menilai open source bisa sukses diimplementasikan di Indonesia dengan memperkuat komunitas. Menurut dia, sejak Indonesia Go Open Source (IGOS) dideklarasikan pada 30 Juni 2004 Indonesia sudah muncul menjadi pemimpin dalam gerakan open source.

Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menyatakan software open source telah diadopsi dan dimanfaatkan pemerintah. Alasannya bukan saja karena model bisnis alaminya yang gratis digunakan, serta sumber kodenya bebas dimodifikasi dan disebarkan, tetapi juga karena kemandirian yang ditawarkan.

“Bagi pemerintah, open source juga mengalihkan masyarakat Indonesia dari masalah pembajakan software karena sifatnya yang gratis, sementara software berlisensi (proprietary) seringkali tak terjangkau masyarakat,” ujarnya.

Ia menyatakan bangga perangkat lunak sumber kode terbuka tumbuh sangat cepat, meskipun sempat mengalami banyak hambatan dalam implementasinya.

Minggu, 01 November 2009

Pembatasan Iklan Luar Negeri, Mungkinkah?

Kabar terbaru dari Depkominfo (Departemen Komunikasi dan Informatika), adanya pembatasan iklan dari luar negeri yang diputar di media elektronik maupun dimuat media massa Indonesia. Keputusan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 20/Permen Kominfo/05/08 dan PP-32/PW.204/MKP/2008, antara Depkominfo dan Depbudpar (Departemen Kebudayaan dan Pariwisata) pada Selasa (10/06) kemarin di Jakarta.

Keputusan Depkomindo dan Depbudpar tersebut juga didukung oleh ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia). Setelah ATVSI mengadakan pertemuan dengan beberapa perusahaan periklanan di Indonesia seperti PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) dan APPINA (Assosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia), kemudian pihak ATVSI sebagai juru bicara memberikan pernyataan kepada pemerintah bahwa masih ada kekurangan dengan sumber daya manusia Indonesia. Menurut Uni Z. Lubis, Ketua Harian ATVSI menjelaskan, ATVSI memang sangat mendukung dengan keputusan tersebut, tetapi satu kekurangan yang hampir selalu menjadi akar permasalahan, kurangnya sumber daya manusia yang berkualitas yang mampu menangani industri periklanan di Indonesia.

"Kami mendukung adanya SKB pembatasan iklan tersebut karena SKB sebenarnya merupakan pelaksanaan dari UU Penyiaran, yang bertujuan untuk mengembangkan industri kreatif dalam negeri. Namun, negara kita belum memiliki sumber daya kreatif yang mampu membuat iklan yang baik. Kalaupun ada, pasti terfokus untuk perusahaan yang besar, dimana perusahaan besar lebih banyak terdapat saham dari pihak asing, sehingga order iklan mengalir ke mereka semua." kata Uni.

Menurut Menkominfo, Muhammad Nuh, dengan adanya SKB, diharapkan dapat melindungi industri periklanan dan media televisi dalam negeri, dapat mendorong munculnya sumber daya manusia yang kreatif dalam industri periklanan seperti sutradara, pemeran atau model, dan lain-lain. Selain itu, juga akan meningkatkan produksi dalam negeri seperti panggungnya, panorama alam, musik, bahasa, dan sebagainya.

Sesuai dengan isi SKB, lembaga penyiaran diwajibkan untuk mengutamakan penyiaran produk iklan dalam negeri kecuali iklan yang terpaksa diproduksi dari luar negeri karena sumber daya alam dalam negeri belum memadai. Iklan yang mendapat pengecualian misalnya iklan pertandingan internasional, iklan pendidikan di luar negeri, iklan pariwisata negara asing, dan iklan brand image dengan tokoh yang sama di seluruh dunia.
Untuk merealisasikan SKB tersebut, ATVSI telah mengumumkan kepada para perusahaan pengiklan, mereka harus mengisi formulir yang menyatakan bahwa iklan yang akan diputar di televisi anggota ATVSI, memang dibuat di Indonesia.

Raja Spam 'Hadiahi' Facebook Rp 7 Triliun

Jakarta - Facebook menang di pengadilan melawan seorang raja spam bernama Sanford Wallace. Situs yang digagas Mark Zuckerberg ini pun mendapat ganti rugi cukup besar, sebanyak US$ 711 juta atau sekitar Rp 7 triliun.

Hakim Jeremy Fogel dari U.S. District Court of the Northern District of California menyatakan Wallace bersalah melakukan marketing via e-mail dengan cara yang tidak benar. Ia menebar pesan sampah yang mengganggu banyak pengguna Facebook.

Facebook menyambut gembira keputusan yang berpotensi bikin jera spammer lainnya ini. "Ini adalah salah satu kemenangan penting dalam perjuangan kami melawan spam, kami akan terus melanjutkannya," ujar Sam O'Rourke dari bagian legal Facebook.

Dilansir Cnet dan dikutip detikINET, Jumat (30/10/2009), Facebook menggugat Sanford pada bulan Februari lalu. Dia dituding menggunakan situs phishing untuk menjebak para pengguna Facebook dan mengakses account mereka, dalam rangka mendistribusikan spam.

Sanford sendiri dijuluki raja spam karena jadi pelaku penyebaran pesan sampah kelas kakap. Perusahaannya yang bernama Cyber Promotions pernah mengirim sampai 30 juta e-mail spam per hari. Dia berulang kali berurusan dengan hukum karena ulahnya.

Meski terhitung selangit, jumlah denda atas kasus spam ini bukanlah yang terbesar bagi Facebook. Sebab sebelumnya, mereka juga pernah menang dalam kasus spam melawan tersangka Adam Guerbez tahun lalu, dengan denda US$ 873 juta. ( fyk / faw )

diambil dari detikInet.com